CERPEN INI DIPERUNTUKKAN KEPADA KITA SEMUA SEBAGAI UMAT MANUSIA AGAR MAU MENJAGA DAN MENYAYANGI BUMI
Disini, dalam ruang semesta yang luas tak berbatas. Aku berada di salah satu galaksi dari jutaan galaksi. Galaksi Bimasakti. Tempat dimana aku merasakan sakit yang teramat sangat. Menanggung penderitaan yang seolah tak kunjung reda. Dingin yang menusuk dan panas yang membakar, itulah yang selalu kurasakan. Aku semakin rapuh dan tak berdaya. Kian hari kian lemah. Siapa peduli dengan penderitaanku ini? Aku hanyalah planet jelek yang semakin tua dimakan waktu. Rasanya aku ingin teriak saja. Tapi, selalu kutahan. Karena jika aku melakukannya, seluruh isiku akan luluh lantak. Namun, semakin sering ku menahan, rasa sakit ditubuhku semakin hebat. Aku hanya bisa menangis. Tangisanku menyebabkan bencana tsunami dan hujan badai yang melanda negeri-negeri kalian.
Kadang aku merasakan kedinginan yang begitu menusuk. Selimut hijau yang ada pada tubuhku kian menipis seiring berjalannya waktu. Para manusia yang tidak bertanggung jawab dengan tega membakar dan menebang hutan-hutan. Mereka tidak peduli dengan keadaanku. Oleh karena itu, jika hawa dingin menyergap, aku pasti kegigilan. Karena sedikit sekali pepohonan yang menyelimuti tubuhku ini. Getaranku menyebabkan gempa bumi yang mengguncang. Akibatnya, banyak dari penghuniku kehilangan keluarga dan tempat tinggal mereka.
Kulitku juga terasa perih. Sangat perih. Karena banyak manusia yang melakukan pengrusakkan diatas permukaanku. Salah satunya penambangan secara liar dan tidak memenuhi aturan. Mereka melakukan penambangan secara terus menerus tanpa mempedulikan kondisi tanah dan air disekitarnya. Hal ini dapat mengakibatkan bencana tanah longsor, banjir bandang, sungai keruh, dan rusaknya ekosistem alam. Setelah puas membuat kulitku terluka dan mendapatkan hasil tambang yang mereka inginkan, mereka mencampakkanku begitu saja. Tidak peduli dengan kondisiku. Mengucapkan salam dan terimakasih pun mereka lupa.
Dikala panas, ketika sinar mentari menyengat tubuhku. Tak ada lagi payung yang melindungiku dari sinar ultraviolet. Karena lapisan ozon yang selama ini memayungiku, kian lama kian rusak diakibatkan oleh banyaknya volume kendaraan bermotor sehingga menimbulkan asap yang berlebihan. Hutan yang menjadi pelindung kulitku bahkan mereka bakar seenaknya. Akibatnya banyak dari kalian yang sulit untuk bernapas lega. Udara sehat menjadi langka.
Tubuhku juga kian hari kian kotor. Sungai-sungai yang tadinya jernih dan bersih berubah warna menjadi cokelat, bahkan ada yang berwarna hitam pekat. Kondisinya sangat jauh dari kata bersih. Bau dan kotor. Aku tak habis pikir, kenapa kalian betah melihat sungai dengan kondisi seperti itu. Alih-alih peduli, tidak sedikit manusia dengan seenaknya membuang sampah disungai. Akibatnya ketika musim penghujan tiba sungai pun meluap karena tidak mampu menahan volume air yang melebihi batas normal. Kenapa. Karena banyaknya sampah-sampah yang menghambat aliran sungai. Banjir pun melanda daerah perkotaan yang mempunyai sedikit daerah serapan air. Bukan hal yang aneh lagi, jika setiap tahun negeri kalian dihebohkan dengan berita banjir. Semua itu disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Dampaknya pun dirasakan oleh kalian bukan? Berbagai penyakit bermunculan. Mulai dari penyakit mata hingga gangguan pencernaan. Dan akhirnya, banyak nyawa yang terenggut sia-sia.
Aku sangat sedih mengingat kondisi fisikku saat ini. Aku rindu pada saat-saat ketika hutan-hutan yang menyelimutiku masih sangat lebat dan aku tidak perlu menggigil ketika hawa dingin datang, waktu itu juga kulitku belum terdapat luka. Lapisan ozon juga belum rusak dan masih mampu menahan dengan baik sinar ultraviolet dari matahari. Sungai-sungai yang ada masih terlihat jernih dan tidak kotor seperti sekarang. Pada waktu itu kondisinya sangat nyaman dan menyenangkan. Ikan-ikan bebas berenang karena tidak perlu takut dengan racun yang berasal dari limbah industri. Banjir sangat jarang melanda negeri kalian. Bahkan hampir tak pernah.
Dulu semua planet dan bintang mengagumiku. Bahkan, mereka iri padaku. Waktu itu aku masih terlihat gagah dan segar. Rimbun pepohonan, gemericik sungai yang jernih, tanah yang subur, semuanya menyatu menjadi ekosistem alam yang tentram.
Tapi kini, planet-planet lain malah menertawakan keadaanku. Bahkan aku iri pada mereka sekarang.
“Hai bumi si planet tua! Lihatlah aku si Saturnus! Banyak penghunimu yang mengagumi cincin indahku. Hahahahaha….”
“Hahahaha, bumi, bumi… kasihan sekali dirimu, kamu hanya planet rapuh yang selalu murung. Lihatlah kami para bintang yang selalu memancarkan cahaya! Semua manusia memuji dan mengagumi keindahan kami. Karena, memang wujud kami lebih indah dari pada kau. Hahahaha…”
Ejekan-ejekan seperti itu membuat hatiku sedih dan sakit. Aku sangat iri pada mereka. Karena mereka bisa bebas bergerak tanpa merasakan sakit. Aku iri pada si Jupiter yang gagah perkasa, aku iri pada Saturnus yang dengan bangga memamerkan cincin indahnya, aku iri pada Mars si bintang merah yang merona. Aku iri pada mereka semua. Mereka tidak merasakan penderitaan seperti yang aku rasakan saat ini. Tapi, beruntung aku masih memiliki sahabat yang selalu menemaniku ketika semua benda langit mengejekku. Dialah Sang Bulan.
---oOo---
Seorang gadis kecil berkepang dua terlihat sedang duduk serius didepan televisi. Ternyata ia sedang menyaksikan sebuah berita. Berita itu menjelaskan tentang kondisi bumi dan atmosfernya yang kian memprihatinkan. Dijelaskan dalam berita itu bahwa saat ini bumi mengalami kondisi yang menyedihkan. Kebakaran hutan dimana-mana sehingga hutan yang seharusnya menjadi penghasil oksigen yang dibutuhkan manusia semakin berkurang. Kabut asap menghalangi jalan-jalan dan membuat banyak orang sesak nafas. Lapisan ozon pun rusak diakibatkan oleh meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Parfum dan pewangi ruangan yang digunakan oleh banyak manusia juga menghasilkan gas berbahaya yang dapat merusak lapisan ozon. Lapisan ozon yang seharusnya menjadi penahan sinar ultra violet pun rusak, maka terjadilah pemanasan global. Hal ini berdampak serius terhadap kondisi bumi, seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Berita itu juga menjelaskan dampak buruk dari pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh ulah manusia itu sendiri. Contohnya pencemaran sungai yang disebabkan oleh pembuangan limbah pabrik dan banyaknya manusia yang membuang sampah ke sungai. Sehingga, ketika musim penghujan datang, banjir pun tak dapat dihindari. Akibat dari banjir itu banyak rumah-rumah yang terendam air. Tidak sedikit anak-anak yang seharusnya pergi ke sekolah, malah menghabiskan waktunya untuk membantu kedua orang tua mereka menyelamatkan perabotan rumah. Pada akhirnya, pendidikan mereka pun terbengkalai. Berbagai macam penyakit bermunculan, seperti penyakit kulit dan gangguan pencernaan mewabah penduduk setempat. Para korban banjir juga sangat sulit memperoleh air bersih.
Bening, nama gadis kecil tersebut menitikkan air mata saat menyaksikan berita itu. Hatinya tersentuh dan timbul hasrat untuk membantu. Tapi membantu dengan cara apa. Bahkan, ia sendiri pun tidak tahu harus mulai dari mana. Ia hanyalah seorang bocah SD yang kata orang masih ingusan. Para orang dewasa akan menganggapnya terlalu kecil untuk mengurusi hal-hal seperti itu. Pikirannya terus berkecamuk sampai ibunya datang dan duduk disebelahnya.
"Kamu kenapa Bening? kok, keliatannya gelisah gitu?"
Bening menjawab pertanyaan yang dilontarkan ibunya. Ia menceritakan tentang berita yang barusan ia lihat di televisi, dan tanggapannya setelah menyaksikan berita tersebut. Ibunya mendengarkan penjelasan Bening dengan baik kemudian tersenyum.
"kata siapa kamu tidak mampu melakukan apa-apa, kamu bisa mencegah itu semua Bening, asalkan kamu mempunyai tekad yang kuat."
"Tapi dengan cara apa, bu? aku kan masih terlalu muda."
"Justru karena usiamu yang masih muda itulah yang membuatmu mampu untuk melakukannya."
Bening semakin tidak mengerti apa maksud ibunya. Ibunya paham akan hal itu.
"Bening, masa depan bumi ada ditanganmu dan tangan-tangan seusiamu. Kamu adalah salah satu generasi penerus masa depan bumi. Banyak hal yang kamu lakukan untuk menyelamatkan bumi ini. Mulai dari yang terkecil dahulu, yaitu dengan tidak membuang sampah sembarangan, kedengarannya sepele memang. Tetapi, jika semua orang mau melakukannya, ini sangat berdampak baik bagi lingkungan. Sampah-sampah disungai akan berkurang sedikit demi sedikit, sehingga aliran sungai menjadi lancar dan masyarakat tidak perlu khawatir akan datangnya banjir. Kemudian dilanjutkan dengan penghijauan, yaitu penanaman pepohonan di sekitar lingkungan tempat kita tinggal. Pepohonan dapat menukar gas karbondioksida dengan gas oksigen yang kita butuhkan, sehingga udara pun menjadi segar dan dapat mengurangi pemanasan global. Pemakaian kendaraan bermotor juga sebaiknya dikurangi, kalau jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh, apa salahnya berjalan kaki atau naik sepeda. Karena asap kendaraan bermotor juga dapat memicu terjadinya pemanasan global. Oh iya, kamu pernah mendengar tentang kampung iklim?"
Bening menggelengkan kepala, ia memang tidak tahu apa itu kampung iklim. Kemudian ibunya menjelaskan apa itu kampung iklim.
"Kampung iklim merupakan salah satu upaya untuk mengurangi pemanasan global. Suatu daerah dapat disebut kampung iklim apabila memiliki kawasan hijau atau memiliki banyak pepohonan. Dan tingkat kepedulian masyarakatnya dalam menjaga lingkungan juga sangat tinggi. Mereka memasak tidak menggunakan gas elpiji seperti kebanyakan orang, karena gas elpiji yang banyak digunakan berasal dari tempat yang jauh dan butuh kendaraan seperti mobil truk untuk mengangkut tabung-tabung gas elpiji untuk diberikan kepada para pedagang untuk dijual kepada masyarakat. Nah, asap kendaraan dari mobil truk itulah yang menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu sebagai pengganti gas elpiji mereka menggunakan biogas."
"Biogas itu apa, bu?"
"Biogas adalah gas yang dihasilkan dari kotoran-kotoran hewan, seperti kotoran sapi dan kerbau. Untuk bisa memasak dengan biogas, setiap satu keluarga harus menyiapkan sebuah lubang yang dalam untuk menampung kotoran-kotoran hewan, setelah itu sebuah selang dipasang kedalam lubang tersebut dan dihubungkan kepada sebuah tabung gas khusus yang bisa mengubah kotoran hewan menjadi biogas. Di kampung iklim kita jarang sekali melihat kendaraan bermotor, karena kebanyakan mereka hanya mengendarai sepeda dan cukup berjalan kaki jika jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh, selain itu dikampung iklim juga jarang kita menemukan sampah-sampah berserakan. Masyarakat di kampung iklim sadar betul, bahwa menjaga kebersihan amatlah penting. Semakin banyak kampung iklim, pemanasan global dan pun semakin berkurang dan lingkungan disekitar kita juga menjadi bersih dan nyaman.”
Sampai disitu ibu Bening menghentikan penjelasannya dan mengajak Bening ke halaman belakang rumah. Bening menuruti apa kata ibunya. Di halaman belakang rumah terdapat dua tempat sampah. Sampah yang pertama terdapat tulisan ‘sampah organik’ dan tempat sampah yang kedua terdapat tuliran ‘non organik’.
“kamu tahu apa perbedaan dari kedua tempat sampah ini?”
“Tidak tahu, bu.”
“Perbedaannya adalah tempat sampah yang bertuliskan ‘organik’ diperuntukkan untuk sampah-sampah jenis organik. Sampah jenis organik itu misalnya kertas, kulit buah-buahan, sisa daging, tulang belulang, sisa sayuran yang terbuang, dan dedaunan. Sampah jenis ini adalah sampah yang mudah terurai oleh mikroba. Agar sampah ini tidak terbuang begitu saja, sebaiknya kita olah menjadi pupuk organik.”
“Caranya bagaimana, bu agar mengolah sampah-sampah ini menjadi pupuk?”
“Pertanyaan yang bagus.”
Kemudian ibunya memperlihatkan kepada Bening sebuah lubang berukuran satu meter. Bening tahu kalau lubang itu digali oleh ayahnya. Tapi, sampai saat ini Bening tidak tahu apa kegunaan dari lubang tersebut.
“Sampah organik kita masukkan kedalam lubang ini. Lubang berukuran satu meter ini disebut lubang biospora. Setelah itu kita tutup dengan tanah. Tunggu hingga tiga sampai empat minggu. Dan sampah-sampah yang ada dilubang ini dapat digunakan sebagai pupuk, selain itu sampah-sampah organik juga dapat menyuburkan tanah. Nah, berbeda dengan sampah organik. Sampah non organik sangat sulit diurai oleh mikroba. Jadi, sampah jenis ini tidak mudah hancur. Contohnya sampah-sampah berbahan plastik dan karet.”
“Lalu cara memusnahkannya bagaimana?” Tanya Bening
“Memusnahkan sampah jenis ini sangatlah sulit. Tapi kita bisa mengurangi keberadaannya, yaitu dengan cara mengumpulkannya dan mengolahnya menjadi barang-barang berguna. Contohnya seperti tas ini yang terbuat dari bungkus-bungkus plastik bekas.” Ibu Bening memperlihatkan sebuah tas yang terbuat dari gabungan sampah-sampah plastik.
“Hihihi… lucu juga ya, bu. Tapi, bagaimana cara membuatnya?”
“Sekarang sangat banyak industri-industri rumahan yang mengolah sampah plastik menjadi barang-barang yang berguna bagi kebutuhan kita. Seperti tas, sandal, dompet, layang-layang, karpet, dan masih banyak lainnya. Dan ibu mendapatkan ini dari teman ibu yang mempunyai usaha industri rumahan. Kita juga bisa membawa sampah-sampah plastik itu kesana, yang nantinya diolah menjadi barang-barang cantik. Bisa juga kita bawa ke lapak-lapak. Jangan salah lho, lapak-lapak pengolah limbah dan barang bekas juga sangat membantu dalam usaha megurangi sampah-sampah yang ada. Jika semua orang mau melakukannya, pemanasan global pun berkurang, polusi udara semakin menurun, dan lingkungan pun bersih dari sampah. Membawa bekal dari rumah ketika sekolah juga dapat membantu mengurangi sampah, lho. Karena dengan membawa bekal dari rumah berarti kamu dan teman-teman sekolahmu tidak membeli jajanan yang kebanyakan dibungkus oleh bahan plastik.”
Bening menyimak penjelasan ibunya dengan baik. Dalam hatinya ia berjanji akan mempraktekkan apa yang telah dijelaskan ibunya. Mulai dari yang terkecil dulu, yaitu tidak membuang sampah sembarangan dan membawa bekal dari rumah ketika sekolah. Jadi, pada waktu isirahat ia tidak perlu jajan. Selain mengurangi jumlah sampah, ia juga bisa menghemat uang saku dari ibunya.
Malam harinya, Bening tidak bisa tidur. Ia duduk didekat jendela kamarnya menghadap ke arah luar jendela, merasakan udara malam yang dingin. Kemudian ia mengambil secarik kertas dan sebuah pulpen. Lalu ia menulis diatas kertas tersebut.
Seandainya semua orang sadar dan peduli terhadap alam. Mungkin kondisi bumi tidak akan seperti ini. Aku hanyalah seorang gadis kecil yang belum bisa berbuat banyak. Tapi aku janji, ketika dewasa nanti aku akan berusaha mengubah dunia. Mengajak semua orang untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam. Mungkin, saat ini aku hanya bisa mengajak teman-temanku saja. Tapi, suatu saat aku akan mengajak lebih banyak lagi. Aku yakin, jika seluruh manusia mau mempraktekkan apa yang sudah ibu jelaskan kepadaku. Maka, Bumi kita akan selamat…
Lalu ia juga menulis sebuah puisi.
Disini…
Ku terjebak dalam hiruk pikuk kota
Bising…
Asap kendaraan bermotor menghiasi udara
Pengap…
Mana kotaku dulu yang bersih lagi nyaman?
Mana sungaiku dulu yang jernih di penuhi kawanan ikan?
Andai mereka tahu…
Bahwa bumi kini sedang kesakitan
Merasakan perih sekujur tubuh
Menahan luka yang tak kunjung reda
Bening berhenti menulis. Matanya sudah mulai mengantuk. Kertas dan pulpen ia biarkan tergeletak di dekat jendela kamarnya. Sedangkan, ia sendiri beranjak ke tempat tidur untuk menjemput mimpi-mimpi indahnya.
Bening sudah tertidur pulas. Ia lupa menutup jendela kamarnya. Angin malam membawa kertas yang ia tulis tadi keluar jendela. Kertas itu melayang-layang diantara dinginnya malam.
---oOo---
Keesokan harinya dikelas, Bu Ita, guru bahasa Indonesia menjelaskan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Lalu, Bu Ita menyuruh murid satu persatu untuk maju kedepan kelas. Para Murid ditugaskan menyampaikan gagasan tentang bagaimana cara untuk menjaga kelestarian alam. Tiba giliran Bening. Bening menyampaikan gagasan tentang cara menjaga kelestarian alam. Apa yang telah disampaikan ibunya ia jelaskan dengan baik. Tidak lupa ia juga mengajak teman-temannya untuk membawa bekal dari rumah ketika sekolah dan tidak membuang sampah sembarangan. Bu Ita dan semua teman-teman Bening bertepuk tangan ketika bening selesai memberikan gagasannya. Mereka semua setuju dengan gagasan Bening. Dan mereka pun berjanji akan mempraktekkannya. Semenjak saat itu, Bening menjadi pelopor di sekolahnya. Karena, berkat gagasan Bening sekolah mereka mendapat penghargaan dari pemerintah setempat sebagai sekolah terbersih. Selain itu, sekolah mereka juga mendapat gelar sebagai ‘Sekolah Hijau’ karena di sekolah itu ditanami banyak pepohonan yang membuat suasana menjadi nyaman.
---oOo---
Seperti biasanya, akhir-akhir ini Bumi sering termenung meratapi penderitaannya. Akhir-akhir ini juga bumi selalu murung, jarang sekali tersenyum seperti dulu. Sudah berkali-kali Bulan menghiburnya. Tapi hasilnya sia-sia.
Keadaan itu terus berlanjut, sampai suatu ketika datanglah si angin pembawa kabar. Kali ini ia ingin menyampaikan kabar gembira untuk Bumi.
“Hai Bumi, yang selalu murung! Aku ingin menyampaikan berita gembira untukmu. Semoga dengan berita ini kamu tidak akan sedih dan murung lagi.”
Bumi yang sedari tadi termenung, langsung sadar dari lamunannya.
“Kabar apa itu?” Tanya Bumi penasaran.
“Ada seorang gadis kecil, namanya sesuai dengan hatinya. Bening. Ia menulis sebuah puisi yang isinya tentang rasa pedulinya terhadap kondisimu saat ini. Tulisan itu murni berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam.”
“Bisa kau bacakan puisinya?”
“Tentu saja.” Lalu Angin pun membaca puisi yang ditulis oleh Bening. Sang Bulan yang ikut mendengarkan berharap dengan datangnya berita ini, sahabatnya tidak sedih lagi.
“Benarkah demikian? Masihkah ada manusia yang peduli denganku?” kata bumi tak percaya.
“Tentu saja.” Jawab Bulan.
“Tidak semua orang mencampakkanmu dan menyakitimu, Bumi. Banyak dari mereka yang masih peduli terhadapmu. Dan gadis itu adalah salah satu dari mereka.”
“Tapi para planet-planet lain selalu mencemoohku. Mereka benar, aku hanyalah planet tua yang jelek yang semestinya berdiam diri saja menunggu masa kehancuranku tiba.”
“Bumi, janganlah kau berkata seperti itu! Meskipun mereka selalu mengejekmu, aku akan tetap selalu menemanimu. Janganlah berkecil hati, wahai sahabatku! Lihatlah dirimu! Sebenarnya banyak sekali kelebihan yang ada pada dirimu.” Bulan pun angkat bicara.
“Apa kelebihan yang ada pada diriku itu, Bulan?”
“Banyak sekali. Sangat banyak. Kau mempunyai banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh planet-planet lain. Bahkan, aku sekalipun tidak memilikinya. Kau mempunyai banyak penghuni yang tinggal diatasmu. Mereka menjagamu, merawatmu, dan peduli terhadapmu. Meskipun ada juga diantara mereka yang tidak peduli. Tapi setidaknya kau masih mempunyai mereka. Kau juga memiliki perhiasan yang indah berupa pemandangan-pemandangan alam yang sangat menakjubkan. Laut, gunung, sungai, dan danau adalah anugerah Tuhan yang diberikan untukmu.”
“Kenapa kau tahu itu semua wahai Bulan?”
“Karena aku sahabatmu. Banyak pula diantara penghunimu yang mencurahkan isi hatinya padaku setiap malam. Mereka bilang, betapa beruntung dan bahagianya mereka bisa menginjakkan kakinya di bumi. Mereka juga bilang, seandainya kau tidak diciptakan, mereka tidak akan merasakan kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, hapuslah kesedihanmu. Buanglah rasa iri! Tunjukkan pada planet-planet lain bahwa kamu jauh lebih istimewa dibanding mereka!”
---oOo---
Kata-kata Sang Bulan membuat hatiku yang tadinya sedih menjadi bangga. Tanpa kusadari, ternyata aku memiliki keistimewaan yang diberikan oleh Tuhan. Tuhan menciptakanku sebagai tempat hidup para manusia, hewan dan tumbuhan. Aku sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Bulan. Aku baru sadar, bahwa aku memiliki peranan penting bagi kehidupan semua makhluk hidup. Tapi, meskipun begitu aku tidak boleh sombong. Karena, semua kelebihan yang ada pada diriku bersifat sementara.
Aku tidak butuh hanya satu nama Bening. Tapi, aku butuh jiwa-jiwa seperti Bening. Aku sangat berharap suatu saat bukan hanya Bening yang peduli terhadapku. Aku ingin menikmati sisa hidupku dengan penuh kedamaian. Aku ingin sekali rasa sakit di tubuhku hilang. Dan yang bisa melakukannya hanya kalian. Jadilah seperti Bening. Selamatkanlah diriku. Menyelamatkan diriku berarti sama saja kalian menyelamatkan seluruh manusia, hewan dan tumbuhan. Sampaikan salam dan ucapan terima kasih kepada mereka yang sudah mau peduli terhadapku. Dan sampaikanlah pesan kapada seluruh manusia untuk selalu menjaga, menyayangi, dan merawatku. Terima kasih kawan, karena kau sudah mau menghabiskan waktumu membaca suara hatiku ini. Aku sayang kalian. Sangat sayang....
(by: Bilal Fatah)